Seiring berdirinya Republik Indonesia, politik dan mental bangsa tak dapat dipisahkan. Namun, dalam praktiknya sering terjadi penyimpangan-penyimpangan yang bukan merupakan kekuatan mental yang seharusnya. Dalam tulisan ini, kita akan membahas beberapa hal yang bukan merupakan kekuatan mental dalam politik bangsa Indonesia.
1. Praktek Pragmatisme Politik
Pragmatisme politik yang hanya berorientasi pada kepentingan jangka pendek dan mengabaikan kepentingan jangka panjang tidak seharusnya menggambarkan politik bangsa Indonesia. Kita harus memahami bahwa kepentingan jangka panjang yang disertai dengan visi yang jelas akan membantu Indonesia tumbuh dan maju di masa depan.
2. Korupsi
Korupsi adalah perilaku yang sangat bertentangan dengan kekuatan mental bangsa. Penyalahgunaan wewenang dan penggunaan jabatan demi keuntungan pribadi atau kelompok merusak citra politik bangsa dan menghancurkan kepercayaan publik.
3. Nepotisme dan KKN
Nepotisme dan Kolusi, Korupsi, Nepotisme (KKN) merupakan contoh lain dari perilaku yang bukan bagian dari kekuatan mental bangsa dalam politik. Justisiabilitas dan keadilan merupakan landasan penting dalam menjalankan sebuah bangsa. Namun, praktek nepotisme dan KKN menggerus prinsip ini dan menggantikannya dengan hubungan personal dan kebijakan yang menguntungkan sekelompok orang tertentu saja.
4. Politik Identitas
Bermain dengan identitas kelompok tertentu demi kepentingan politik bukanlah refleksi dari kekuatan mental bangsa. Bangsa Indonesia yang merupakan negara multikultural dan multi-etnis harus memahami bahwa perbedaan adalah sesuatu yang harus kita hargai dan bukan dijadikan alat untuk memecah belah.
5. Sikap Defensif dan Enggan Beradaptasi
Berbagai perubahan yang terjadi di dunia internasional memerlukan sikap yang terbuka dan adaptatif. Namun, jika seorang pemimpin atau pengambil kebijakan terjebak dalam zona nyaman dan menghindar dari perubahan, ini bukan merupakan kekuatan mental dalam politik.
Dalam menghadapi tantangan politik di Indonesia, kita harus senantiasa berupaya mempromosikan etika dan nilai-nilai luhur bangsa kita. Praktek-praktek politik yang merusak, seperti korupsi, nepotisme, dan pragmatisme politik tidak seharusnya ada dalam sistem politik negara kita. Sebaliknya, kita harus membangun kekuatan mental berdasarkan pragmatisme yang bertanggung jawab, transparansi, dan keadilan.