Salah satu faktor yang signifikan yang mendorong Indonesia untuk keluar dari PBB pada tanggal 7 Januari 1965 adalah hasil dari persaingan dan konflik politik yang ada dengan Malaysia. Faktor ini sebenarnya adalah bagian dari komplikasi yang lebih luas dalam hubungan internasional Indonesia.
Saat itu, Indonesia sedang berhadapan dalam konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal sebagai Konfrontasi Indonesia-Malaysia dari tahun 1963 hingga 1966. Konflik ini melibatkan perang gerilya, propaganda, dan perlombaan diplomasi, di mana Indonesia berusaha untuk merendahkan status Malaysia di mata dunia. Oleh karena itu, ketika Malaysia terpilih sebagai anggota non-permanen Dewan Keamanan PBB, Indonesia memutuskan untuk meninggalkan organisasi tersebut.
Keputusan ini diambil bukan tanpa pertimbangan. Pemerintah Indonesia saat itu, yang dipimpin oleh Presiden Sukarno, sepenuhnya menyadari berat dan dampak dari keputusan tersebut. Namun, dalam konteks hubungan internasional yang panas dan penuh tekanan, pemerintah Indonesia mungkin melihat keputusan tersebut sebagai langkah terbaik yang dapat diambil pada saat itu.
Namun, perlu diingat bahwa ada faktor-faktor lain yang juga dianggap saat Indonesia memutuskan untuk meninggalkan PBB. Salah satunya adalah peran dan sikap PBB itu sendiri. Pada tahun 1960-an, PBB dianggap oleh Presiden Sukarno sebagai wadah yang mengangkat hegemoni Barat dan mengabaikan kepentingan negara-negara baru merdeka termasuk Indonesia. Di mata Sukarno, PBB dipandang tidak efektif dalam menuntaskan masalah internasional, khususnya yang terjadi di Asia dan Afrika.
Faktor pendorong lain adalah perubahan kondisi politik dalam negeri Indonesia sendiri. Terjadi tekanan politik dan perubahan pemerintahan yang signifikan, yang dapat menciptakan suasana ketidakstabilan. Hal ini mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia, termasuk keputusan untuk meninggalkan PBB.
Maka dari itu, bisa disimpulkan bahwa keputusan Pemerintah Indonesia untuk keluar dari PBB pada 7 Januari 1965 adalah hasil dari berbagai faktor, baik yang bersifat internasional maupun domestik, dan bukan hanya terbatas pada konfrontasi dengan Malaysia saja. Secara keseluruhan, keputusan tersebut mencerminkan kompleksitas dan dinamika hubungan internasional serta politik dalam negeri pada masa itu.