Ketika berbicara tentang semboyan bangsa Indonesia, kita tidak bisa tidak menyebut “Bhinneka Tunggal Ika”, yang merupakan jati diri dan filosofi yang diusung oleh negara ini sejak awal kemerdekaan. Semboyan ini berarti “Berbeda Tetapi Satu” atau “Keragaman dalam Kesatuan”, yang mencerminkan keberagaman budaya, suku, dan agama di Indonesia, serta pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan dan kebersamaan sebagai bangsa. Yang menarik dari semboyan ini adalah asal-usulnya, yang ternyata terdapat dalam kitab. Mari kita telusuri lebih dalam mengenai semboyan ini dan bagaimana kitab tersebut mempengaruhi konsep persatuan dan kebersamaan di Indonesia.
Asal-Usul Semboyan Bhinneka Tunggal Ika
Kata “Bhinneka Tunggal Ika” berasal dari bahasa Jawa Kuno, yang memiliki akar dari bahasa Sanskerta yang digunakan dalam banyak kitab dan teks kuno di Jawa. Istilah ini memiliki konotasi filosofis karena mencerminkan pemikiran tentang bagaimana perbedaan dan persamaan bisa hidup berdampingan dan saling melengkapi. Semboyan ini pertama kali muncul dalam sebuah kitab kuno yang disebut “Kakawin Sutasoma” atau “Sutasoma Kakawin.”
Kitab Kakawin Sutasoma
Kakawin Sutasoma adalah puisi epik yang ditulis oleh Mpu Tantular, seorang pujangga Jawa terkenal pada abad 14 di Kerajaan Majapahit. Kitab ini mengisahkan perjalanan seorang pangeran bernama Sutasoma dalam pencariannya akan kebenaran spiritual dan pembebasan dari siklus samsara. Dalam perjalanannya, ia bertemu dengan berbagai makhluk, baik manusia maupun dewa, yang dihadapkan dengan konflik, kebingungan dan pertentangan. Melalui cerita ini, kita bisa melihat bagaimana Bhinneka Tunggal Ika menjadi prinsip yang mendasari kehidupan dan perjumpaan tokoh-tokoh dalam puisi ini.
Filosofi Bhinneka Tunggal Ika dalam Kakawin Sutasoma
Filosofi Bhinneka Tunggal Ika di dalam kitab ini melambangkan toleransi dan persatuan yang dialami oleh berbagai karakter dalam cerita. Sutasoma mengajarkan pentingnya saling menghargai dan toleransi terhadap perbedaan dalam mencapai kebenaran yang lebih besar dan kebahagiaan bersama. Pesan ini terasa sangat relevan, terutama dalam konteks kehidupan di Kerajaan Majapahit saat itu, yang merupakan pusat kebudayaan dan perdagangan yang menganut banyak agama dan kepercayaan.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika dan Kebangsaan Indonesia
Kata semboyan Bhinneka Tunggal Ika mewakili semangat Indonesia dalam menghadapi perbedaan dan keberagaman yang ada di negeri ini. Mulai dari perjuangan kemerdekaan hingga kini, semboyan ini telah menjadi pedoman utama dalam menyatukan berbagai suku, budaya, dan agama di bawah bendera Merah-Putih. Hal ini diperkuat seiring dengan lahirnya Pancasila sebagai Dasar Negara yang merupakan penjabaran dari konsep Bhinneka Tunggal Ika.
Kesimpulan
Kata yang digunakan sebagai semboyan bangsa Indonesia, Bhinneka Tunggal Ika, memiliki akar yang dalam dan kaya makna dalam sejarah dan budaya bangsa ini. Kitab Kakawin Sutasoma, yang menjadi asal-usul semboyan ini, menunjukkan bagaimana konsep persatuan dan toleransi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak lama. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika bukan hanya ungkapan belaka, tetapi juga warisan budaya dan sejarah yang harus terus dipelihara dan dilestarikan sebagai fondasi kebersamaan dalam kebhinekaan.