Rakyat Maluku telah menderita cukup lama di bawah penjajahan Belanda. Sebagai hasil dari keserakahan juga kekejaman Belanda, muncul perlawanan-perlawanan di Maluku untuk menentang kebijakan Belanda. Salah satu perlawanan yang terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh Kapitan Pattimura.
Thomas Matulessy, yang lebih dikenal sebagai Kapitan Pattimura, lahir pada tanggal 8 Juni 1783 di Hila, Pulau Ambon. Ia adalah seorang patriot dan pahlawan nasional Indonesia yang berjuang melawan penjajahan Belanda pada abad ke-19. Menurut sejarawan Indonesia, perjuangan Pattimura ini merupakan salah satu perjuangan paling signifikan untuk melepaskan Maluku dari penjajahan Belanda.
Perlawanan terhadap Belanda di Maluku bermula ketika Belanda mencoba mengambil alih kekuasaan mereka di wilayah tersebut pada akhir abad 18. Sebelumnya, mereka telah menyerahkan beberapa wilayah ke Inggris di tahun 1810, namun pada tahun 1817, Belanda kembali ingin menguasai Maluku. Rakyat Maluku tidak ingin terus berada di bawah penindasan dan kesewenang-wenangan Belanda, sehingga mereka mulai merencanakan perlawanan. Kapitan Pattimura sendiri termotivasi untuk ikut serta dalam perlawanan karena ia merasa kecewa dengan kebijakan Belanda yang membatasi hak dan kebebasan rakyat di Maluku.
Pada tanggal 15 Mei 1817, Kapitan Pattimura mengadakan serangan ke Fort Duurstede yang berada di Pulau Saparua, salah satu benteng Belanda. Serangan ini berhasil dan berhasil menguasai benteng tersebut. Selanjutnya, ia membentuk pemerintahan sendiri yang bernama “Republik Maluku” di Pulau Saparua. Tujuannya adalah untuk membentuk pemerintahan yang lebih adil dan bebas dari penjajahan Belanda.
Namun, Belanda tidak tinggal diam dan bekerja keras untuk memadamkan perlawanan yang ada. Mereka mengirimkan pasukan untuk merebut kembali wilayah yang hilang. Perang antara pihak Pattimura dan Belanda berlangsung selama beberapa bulan. Meskipun perlawanan Kapitan Pattimura sangat gigih dan berhasil menahan serangan Belanda, mereka akhirnya berkendara di kota Soya dan tewas dalam pertempuran pada November 1817.
Kematian Kapitan Pattimura merupakan akhir dari perlawanan rakyat Maluku dalam periode ini. Namun, perjuangan mereka melawan penjajahan Belanda telah memberikan inspirasi bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia di masa mendatang. Kapitan Pattimura dianggap sebagai pahlawan nasional dan simbol perlawanan terhadap penjajahan. Hingga kini, nama Kapitan Pattimura diabadikan sebagai nama jalan, tugu, dan fasilitas umum lainnya di Indonesia.
Dalam kaitannya dengan perlawanan di Maluku, penting untuk menyadari bahwa perjuangan ini bukanlah perjuangan yang terisolasi. Di seluruh wilayah Indonesia, ada banyak perlawanan terhadap penjajahan Belanda dan negara-negara penjajah lainnya. Perjuangan ini merupakan bagian integral dari sejarah dan identitas bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya, Indonesia harus terus mengenang dan mempelajari perlawanan-perlawanan ini sebagai bagian dari perjalanan bangsa dalam mencapai kemerdekaan dan kebebasan.