Salah satu bentuk upaya kelompok tertentu dalam menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi komunis dapat ditandai dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965, yang kemudian mengakibatkan massa anti komunis melakukan pembunuhan massal terhadap pendukung komunis. Sebagai lanskap politik yang beragam, Indonesia pernah mengalami periode ketika komunisme menjadi agenda politik yang dominan yang dikemukakan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
PKI didirikan pada 23 Mei 1914 dan sejak saat itu ia telah menjalankan peran aktif dalam sejarah politik Indonesia. Pada tahun 1917, terjadi pemberontakan oleh prajurit dan pelaut di Surabaya yang mendirikan soviet dan gagal setelah disingkirkan oleh pihak kolonial.
Pada tahun 1965, PKI telah tumbuh menjadi partai revolusioner terbesar di dunia dengan anggota mencapai tiga setengah juta. Sayangnya, enam bulan kemudian, PKI efektif hancur dan hingga satu juta orang tewas dalam pembunuhan massal oleh kelompok anti komunis.
Diketahui bahwa peristiwa tersebut, yang dikenal dengan Gerakan 30 September atau G30S PKI, diawali dengan percobaan kudeta yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku sebagai anggota PKI. Tujuannya adalah untuk menggulingkan Presiden Soekarno dan mengubah tatanan politik dan ideologi Indonesia dari Pancasila menjadi komunisme.
Namun, kudeta tersebut gagal dan malah mengakibatkan pembasmian besar-besaran terhadap anggota dan simpatisan PKI oleh militer dan kelompok sipil anti komunis. Peristiwa ini menjadi tonggak penting yang menentukan arah politik Indonesia pasca kemerdekaan.
Perubahan ini juga sekaligus menjadi dasar penolakan resmi Indonesia terhadap ideologi komunis. Sejak saat itu, Pancasila telah ditegakkan sebagai satu-satunya dasar ideologi yang sah di Indonesia dan ditetapkan dalam Sistem Ekonomi Pancasila.
Kesimpulannya, peristiwa G30S PKI adalah salah satu upaya penting dalam sejarah Indonesia di mana kelompok tertentu mencoba mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi komunis. Meskipun upaya tersebut akhirnya gagal, tetapi dampak dari peristiwa tersebut masih bisa dirasakan hingga hari ini dalam politik dan sosial Indonesia.